Arisa Kunisada itulah namaku. Di tahun ini aku berumur 11 tahun, dan sekarang aku kelas VIII SMP. Aku bersekolah di Indonesia Internasional School. Aku adalah anak bungsu dari empat bersaudara, diantara kami berempat hanya aku yang perempuan, jadi wajar saja jika ayah dan bunda sangat mengatur dan mengawasiku, bahkan mereka tak mengijinkanku melanjutkan sekolah di luar kota apalagi di luar negeri.
Hari ini tiba saatnya pembagian raport. Ayah berjanji akan memberiku hadiah jika aku berhasil mendapatkan peringkat pertama di kelas. Hal itu membuatku tak sabar menerimanya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pengambilan raport diharuskan oleh orang tua dan kali ini bunda yang akan mengambilkan raportku.Bunda keluar dari ruang guru dengan senyum gembira. Sungguh diluar dugaan, bunda berkata jika kali ini aku mendapatkan peringkat pertama dengan nilai yang cukup tinggi pula. Sudah tak sabar rasanya aku ingin memberitahu ayah. Kata bunda lagi, hari ini ayah akan pulang lebih awal, kemungkinan jam enam ayah sudah sampai di rumah.
"Assalamualaikum. Ayah pulang." Kata ayah. Aku menyambutnya dengan riang sambil memeluk dan menciumnya.
"Waalaikumsalam yah." Jawab bunda sambil membawakan tas ayah.
"Tumben Arisa riang seperti ini, sambil peluk dan cium ayah pula." Kata ayah heran.
"Arisa dapat peringkat pertama dikelas yah." Jawabku bangga.
"Iya yah, nilainya juga cukup tinggi loh." Tambah bunda.
"Wah Arisa sebat sekali. Ayah bangga sama Arisa. Sesuai janji ayah, kamu akan mendapatkan hadiah." Ayah berkata sambil memberikan kotak merah muda yang dipegangnya.
"Apa ini yah?." Tanyaku heran.
"Silahkan Arisa buka sendiri." jawabnya
Kubuka kotak itu dan ternyata di dalamnya terdapat sebuah gaun merah muda yang indah.
"Terima kasih. Ayah memang tahu apa yang aku suka." Kataku sambil memeluknya.
Semalaman aku terus-menerus memandangi gaun merah muda itu.
"Arisa apa yang sedang kau lakukan malam-malam seperti ini?." Tiba-tiba bunda mengejutkanku.
"Aku sedang memandangin keindahan gaun merah mudaku." Jawabku malu
"Nah karena itu hadiah untukmu, maka kamu harus menjaganya baik-baik." Kata bunda.
"Pasti bunda. Aku akan menjaga gaun pemberian dari ayah ini. Akan ku pakai gaun ini di ulang tahunku" Kata ku semangat
Bunda pun pergi meningglkanku. Aku kembali memandangi gaun itu. Karena sudah lelah aku pun tertidur.
Tiba saatnya umurku bertambah menjadi 11 tahun. Siang ini pesta perayaan ulang tahunku. Aku mencoba gaun itu dan ternyata gaun itu sangat pas denganku.
"Ciee gaun baru nih." Kakak-kakakku mengejekku
"Ih kalian apasih?." Jawabku malu.
Tiba-tiba aku melihat bayangan seorang anak membawa gaun merah mudaku beserta dengan kotaknya. Aku berteriak ketakukan melihat wajah anak itu yang tak karuan, dengan spontan ku lemparkan kaca yang sedang ku pegang. Semua orang melihat ke arahku, termasuk ayah dan bunda.
Setelah pesta berakhir, mereka menanyakan kejadian yang sebenarnya terjadi. Aku pun mencoba menceritakan semuanya pada ayah dan bunda, namun mereka tidak mempercayaiku.
Suatu hari ayah dan bunda mengajakku makan malam diluar. Lagi-Lagi aku melihat bayangan yang sama. Kali ini anak itu mengancamku . Dia memintaku mengembalikan gaunnya. Tapi kemana harus ku kembalikan ? Aku hanya bisa berteriak dan menangis ketakutan. Bunda dan ayah kaget melihatku seperti itu, ayah lepas kendali dan akhirnya mobil yang dikendalikan ayah menabrak lampu merah di perempatan jalan. Kami bertiga pun dibawa ke rumah sakit.
Kurang lebih seminggu aku menginap di rumah sakit, sepertinya aku sudah lupa dengan sosok anak yang selalu menghantuiku itu. Hari ini kami pun diperbolehkan pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, lagi-lagi aku dikejutkan oleh kedatangan anak itu. Dia menatapku dengan wajah pucat, dia mulai berbicara, dia menceritakan tentang dirinya. Dia berkata jika gaun itulah penyebab kematiannya. Katanya lagi, siapapun yang memiliki gaun itu akan bernasib sama sepertinya. Saat aku ingin bertanya kepadanya, dia menghilang entah kemana. Kuceritakan semua yang terjadi pada ayah dan bunda, dan lagi-lagi mereka tak percaya.
Malam itu kutinggalkan gaun merah mudaku di ruang tengah. Saat aku sudah mulai terlelap, tiba-tiba kudengar seseorang menuju ke kamarku. Dan benar lagi-lagi anak itu. Aku sudah bosan melihatnya. Dia selalu menggangguku. Namun kali ini ada yang tak biasa, dia datang sambil tersenyum. Belum sempat aku bangun dari tempat tidurku, gaun merah muda itu keluar dari kotaknya dan melilit badanku. Aku menjerit kesakitan. Ayah dan bunda yang kaget langsung menuju ke kamarku. Dilepaskannya lilitan gaun itu dari tubuhku.
Anak itu berkata "Kembalikan gaun itu padaku dan kami mungkin tidak akan mengganggumu lagi.". Dia kembali menghilang.
Kumasukkan gaun merah muda itu kedalam kotaknya. Tak ku sangka dalam kotak itu tertulis sebuah alamat. Keesokan harinya kami pun langsung menuju alamat dalam kotak itu sambil membawa gaun merah muda pembawa petaka itu. Kuletakkan gaun itu diatas tanah pemakaman yang masih basah, ku doakan anak itu. Setelah itu aku mendengar anak itu berkata "Terima kasih Arisa, untuk kali ini kau masih bisa selamat". Aku tak mengerti maksud anak itu. Akhirnya kutanyakan pada ayah.
"Maafkan ayah Arisa, maafkan ayah bunda. Sebenarnya ayahlah yang salah. Ayahlah biang dari semua kejadian ini. Ayahlah yang membuat anak itu meninggal. Ayah tak sengaja menabraknya, saat itu ayah sangat senang karena kamu berhasil menjadi peringkat pertama dikelas, ayah bergegas pulang. Namun ditengah perjalanan anak itu berlari mendekati mobil ayah, dan ayah tak bisa menghindar, tapi ayah tidak tahu jika anak itu meninggal. Dan ayah juga tidak tahu jika gaun yang ayah beli untukmu itu adalah miliknya." Kata ayah mulai membuka kebenarannya
"Jadi ayah? Kenapa ayah tega? Arisa benci ayah." Aku berlari menuju kamarku. Aku belum siap menerima kenyataan bahwa ayahlah penyebab semua ini.
Di atas kasur kulihat gaun itu lagi. Kuambil gaun ini, rasanya semua ini seperti mimpi di siang bolong, gaun itu kembaliketanganku lagi, kali ini gaun itu dipenuhi darah yang bercucuran.
"Kau sudah tahu, AKU KEMBALI MEMBALASKAN DENDAMKU" suara anak itu membuatku takut.
Aku berteriak. " Aaaaaaaaaa. Tolong-tolong !". Anak itu mengejarku bersama gaun merah muda pembawa petaka yang berhias darah.
"Ampuni aku. Aku tidak tahu apa-apa" Seketika aku tersadar aku berada di tengah jala, kulihat bus dihadapanku, dan dengan cepat melindah tubuhku, menghancurkan badanku. Kini aku telah bersama anak itu, dendam GAUN MERAH MUDA kembali terbalaskan.
Anggun, indah, menawan, gemerlap, bagaikan gaun para ratu kerajaan. Adakah yang ingin memilikinya setelah aku? Dan kau akan ikut bersamaku agar kau bahagia :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar